TEMPO.CO, Jakarta - Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga bisa mendengkur saat tertidur. Dengkuran ini bisa menjadi salah satu gejala sindrom henti napas obstruktif atau obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). Sindrom ini merupakan salah satu gangguan tidur yang paling berbahaya karena bisa menimbulkan efek jangka panjang bagi kesehatan anak hingga kematian mendadak.
Baca: Tidur Mendengkur Belum Tentu Sleep Apnea, Waspada Gejalanya
OSAS bisa disebabkan banyak faktor, misalnya, pembengkakan adenoid atau kelenjar sejenis amandel, tonsil alias amandel, dan lidah. Pembengkakan lidah biasanya terjadi pada anak yang mengalami sindrom Down.
Faktor pemicu lainnya, lemak yang menumpuk di sekitar leher. Ini biasanya terjadi pada anak obesitas.
Spesialis anak dari Poliklinik Advance RSIA Bunda Jakarta, dr. Abdullah Reza, SpA menambahkan, mendengkur bisa juga disebabkan bentuk rahang kecil dan leher pendek.
Baca Juga:
Orang tua harus waspada jika buah hati mendengkur saat tidur. Mendengkur, kata Abdullah, ada dua jenis, yakni mendengkur occasional (periodik) dan mendengkur habitual (terus-menerus).
Dikatakan periodik jika mendengkur terjadi karena kelelahan atau flu. Itu tidak usah dipikirkan. Jika mendengkur terus-menerus, orang tua patut curiga anak mengidap OSAS. Jenis yang terus-menerus ditandai dengan mendengkur sebanyak 3 episode atau lebih dalam seminggu.
“Misalnya, Senin si kecil mendengkur, Selasa mendengkur, lalu Rabu dan Kamis mendengkur lagi. Artinya, ia berisiko besar terkena OSAS,” kata Abdullah di Jakarta Pusat, pekan lalu.
Obstructive sleep apnea syndrome dibagi tiga: ringan, sedang, dan berat. Disebut ringan, jika mendengkur 1 sampai 5 kali episode dalam sejam. Dikatakan sedang, jika dengkuran terjadi 5 sampai 10 kali selama sejam. Dinyatakan berat jika lebih dari 10 kali dalam sejam.
Jika ini terjadi pada anak-anak, untuk memastikan derajat keparahannya, bawalah si kecil ke rumah sakit untuk diperiksa menggunakan polisomnografi. Alat ini berfungsi merekam suara dengkuran, gelombang otak, dan ritme pernapasan.
Hasil rekaman kemudian dianalisis dokter spesialis. Sayangnya, tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki alat ini.
Baca: Mendengkur Bisa Terjadi pada Siapapun, Bagaimana Prosesnya?